Kopi Selamat Pagi Dengan Sedikit Keadilan

Selamat Pagi!

2.48

14 Juni 2020

Maaf, baru sempat kembali menulis. Akhir-akhir ini pikiran saya carut-marut tidak karuan. Persiapan ujian-pusing, buka berita-pusing, tidak produktif-pusing, entahlah saya juga enggak paham ini maunya apa.

Tapi setidaknya saya mencoba. Oke dimulai dari berita dua hari lalu tentang tentang compang-camping keadilan di negeri tercinta.

Hukum-keadilan-jujur

Satu rantai kan? sayang sekali tidak begitu hehe, kali ini penegakan justisia makin hari makin terlihat jelas hitam-putihnya, terlihat jelas mana yang harus ditolong- ataupun tidak. Bukan, bukan dari mata jaksa atau hakim, tapi rakyat. Saya memang masih sangat awam mengenai hal ini dan memang harus banyak belajar. Tapi untuk memikirkan hal itu rasional atau tidak, anak berumur 10 tahun saja sudah pasti bisa. Maaf saya tidak bodoh, akal dan logika saya untungnya masih jalan. Apalagi orang-orang yang sedari kecil sudah mengenyam pendidikan “bonafide” hingga S-3 dan jadi jaksa(bukan maksud kok hanya contoh hehe).

Tidak muluk-muluk, tapi hukum tumpul keatas runcing kebawah, hukum lunak karena tekanan dan kasar karena ancaman. Semuanya nyata dan terjadi. Saya tidak mau berpura-pura buta dan tidak peduli, maaf kamu sedang mencederai tangan dan kaki negara saya. Jika penegakan hukum tidak berjalan maka negara pincang.

Maaf juga, saya tidak ahli dan masih harus banyak belajar, tapi negara saya butuh keadilan. Sejatinya ilmu itu murni, manusianya lah yang mengotori dan meludahi. Saya juga paham hal ini rumit. Tidak menutup kemungkinan banyak tekanan, ancaman, kambinghitam, kecurangan, pembohongan publik, pengalihan isu. Tapi jika tidak disuarakan lama-lama kebablasan. Terus menjadi dunia terbalik. Negeri dagelan. Yang putih dilihat hijau, yang hitam dilihat pink. LOH? ya karena sudah parah!

Saya masih banyak belajar, tapi sebagai manusia saya punya hak untuk setidaknya membantu menjaga nyawa tanah saya. “Tolong jangan patahkan lagi tangan-tangan dan kaki negara saya, sudah cukup baju dan muka saya kalian kotori karena jika tidak punya tangan dan kaki, saya tidak bisa memeluk dan mengusap anak-anak saya.” lirih Ibu Pertiwi.

Lekas sembuh kemanusiaan.

Keadilan.

-The Blue Notebook

Tinggalkan komentar